Selasa, 13 November 2007

Resensi "Evaluasi Pendidikan"

Judul Buku : Pengantar evaluasi pendidikan

Pengarang : Prof. Drs. Anas Sudijono

Tebal Buku : 487 halaman

Penerbit : PT. Raja Grafindo persada Jakarta

Evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai pengukuran atau penilaian hasil belajar-mengajar, padahal antara keduanya punya arti yang berbeda meskipun saling berhubungan. mengukur adalah membandingkan sesuatu dan satu ukuran (kuantitatif), sedangkan menilai berarti mengambil satu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk (kualitatif). Adapun pengertian evaluasi meliputi keduanya

Buku ini secara mendasar membahas tentang evaluasi. Evaluasi memegang peranan penting karena hasil evaluasi menentukan sejauh mana tujuan dapat dicapai. Dan sebuah hasil evaluasi diharapkan dapat membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggung jawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan, serta membantu mendapat dukungan dari mereka yang terlibat dalam program tersebut.

Evaluasi, khususnya dalam bidang pendidikan diharapkan dapat memperbaiki sistem pendidikan kita yang sering berubah dan tidak seimbang, kurikulum yang kurang tepat, serta mata pelajaran yang terlalu banyak dan tidak terfokus. Hal ini menjadi penting karena karena di negara-negara yang sudah maju, pendidikan dipandang sebagai sarana untuk memecahkan masalah-masalah social

Evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau pproses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat di ketahui mutu atau hasil-hasilnya. Dalam buku ini, pembicaraan hanya akan di batasi pada penilaian atau evaluasi yang dilaksanakan di sekolah. Hubungan antara penilaian dengan pengukuran, antara penilaian dan pengukuran saling berkaitan. Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran tertentu. Pengukuran yang bersifat kuantitatif dapat di bedakan menjadi tiga macam, yaitu : pengukuran yang di lakukan bukan untuk menguji sesuatu, pengukuran yang di lakukan untuk menguji sesuatu, pengukuran untuk menilai, yang di lakukan dengan jalan menguji sesuatu. Penilaian berarti menilai sesuatu. Sedangkan menilai itu mengandung arti, mengambil keputusan terhadap sesuatu mendasarkan diri atau berpegang pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh dan sebagainya. Dan penilaian bersifat kualitatif.

Sebagaimana yang telah kita ketahui alat evaluasi hasil belajar terbagi menjadi dua yaitu teknik tes dan teknik non tes. Teknik tes adalah merupaka suatu kenyataan bahwa manusia dalam hidupnya berbeda antara individu yang satu dengan individu lainnya. Adanya perbedaan individual itu sudah barang tentu akan turut serta menentukan berhasil atau tidaknya individu-individu tersebut dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, dengan demikian akan berakibat pula adanya perbedaan prestasi kerja maupun prestasi belajarnya. Senada dengan adanya perbedaan individu itu, maka perlu di ciptakan alat untuk mendiaknosis atau mengukur keadaan individu, dan alat pengukur irulah yang di sebut tes. Dengan alat pengukur berupa tes tersebut, maka orang akan berhasil mengetahui adanya perbedaan antar individu. Dan dapat diketahui pengertian tes adalah cara yang dapat di pergunakan atau prosedur yang perlu ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus di jawab, atau perintah-perintah yang harus dikerjakan oleh testee, sehinggga atas dasar data yang di peroleh dari hasil pengukuran tersebut dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee, nilai mana dapat di bandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu.

Tes memiliki beberapa fungsi, ada dua macam fungsi tes yaitu:

Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik

Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran

Teknik nontes diantaranya:

Pengamatan / observasi

Wawancara / interview

Angket

Pemeriksaan dokumen

Supaya tes tersebut dianggap valid maka diperlukan teknik pengujian validitas tes, Pengujian validitas tes secara rasional adalah validitas yang di peroleh atas dasar hasil pemikiran, validitas yang diperoleh dengan berfikir secara logis. Dengan demikian maka suatu tes hasil belajar dapat dikatakan telah memiliki validitas rasional. Validitas tes secara rasional meliputi validitas isi, validitas isi adalah validitas yang ditilik dari segi tes itu sendiri sebagai alat pengukur hasil belajar.

Pengujian validitas tes secara empirik, yang dimaksud dengan validita empiric adalah ketepatan mengukur yang didasarkan pada hasil analisis yang bersifat empirik. Dengan kata lain validitas empiric adalah validitas yang bersumber pada atau di peroleh atas dasar pengamatan dilapangan. Validitas tes secara empiric meliputi validitas ramalan, validitas ramalan adalah suatu kondisi yang menunjukkan seberapa jauhkah sbuah tes telah dapat dengan secara tepat menunjukkan kemampuannya untuk meramalkan apa yang bakal terjadi pada masa mendatang.

Perbadaan antara skor dan nilai. Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang di peroleh dengan jalan menjumlahkan angka- angka bagi setiap butir item yang oleh testee telah dijawab dengan betul, dengan memperhitungkan bobot jawaban betulnya. Nilai pada dasarnya adalah angka atau huruf yang melambangkan seberapa jauh atau seberapa besar kemampuan yang telah ditunjukkan oleh testee terhadap materi atau bahan yang diteskan, sesuai dengan tujuan intruksional khusus yang telah ditentukan. Nilai pada dasarnya juga melambangkan penghargaan yang yang diberikan oleh tester kepada testee atas jawaban betul yang diberikan oleh testeedalam tes hasil belajar. Artinya, makin banyak jumlah butir soal dapat dijawab dengan betul, maka penghargaan yang diberikan oleh tester kepada testee akan semakin tinggi. Sebaliknya, jika jumlah butir item yang dapat dijawab dengan betul itu hanya sedikit, maka penghargaan yang di berikan kepada testee juga kecil atau rendah.

kelebihan dari buku ini lebih lengkap dan mudah untuk dimengerti bagi pembaca, bahkan terdapat beberapa ruumus yang berkaitan dengan evaluasi pendidikan.

kekurangan pada buku ini terletak pada harganya yang terlalu mahal sehingga pembaca kurang menikmati, dan memiliki kafer yang kurang bagus sehingga pembaca tidak tertarik untuk membacanya.

Selasa, 06 November 2007

Syarat Evaluator dan Perbedaan Antara Evaluator Internal dan Eksternal

1.Persyaratan untuk menjadi seorang evaluator:

  • Mampu melaksanakan, yaitu bahwa seorang evaluator harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan evaluasi yang didukung oleh teori dan keterampilan praktik.
  • Cermat, yaitu dapat melihat celah-celah dan detail dari program serta bagian program yang akan dienaluasi.
  • Objektif, yaitu tidak mudah dipengaruhi oleh keinginan pribadi, mengumpulkan data sesuai dengan keadaannya dan mengambil kesimpulan sebagaimana diatur oleh ketentuan yang harus diikuti.
  • Sabar dan tekun, yaitu dalam melaksanakan tugas dimulai dari membuat rancangan kegiatan dalam bentuk proposal, menyusun instrumen, mengumpulkan data, danmenyusun laporan, tidak gegabah dan tergesa-gesa.
  • Hati-hati dan tanggung jawab, yaitu melakukan pekerjaan evaluasi dengan penuh pertimbangan, namun apabila masih ada kekliruan yang diperbuat, berani menanggung resiiko.

2.Perbedaan evaluator eksternal dan internal:


Evaluator eksternal adalah

orang-orang yang tidak terkait dalam kebijakan dan implrmentasi program. Mereka berada diluar dan diminta oleh pengambil keputusan untuk mengevaluasi keberhasilan program atau keterlaksanaan kebijakan yang sudah dilaksanakan.
Evaluator internal adalah petugas enaluasi program yang sekaligus merupakan salah seorang dari petugas atau anggota pelaksana program yang dievaluasi.

Perbedaannya:
Evaluasi eksternal:

  • sulit untuk mengetahui tentang program lebih banyak
  • lebih dapat objektif
  • lebih kritis dan lebih mencari hal-hal atau informasi yang lebih penting

Evaluasi internal:

  • lebih mengetahui tentang program daripada orang lain
  • sulit untuk 100% objektif
  • lebih banyak mengetahui hal-hal yang sifatnya kontekstual

Selasa, 02 Oktober 2007

macam-macam validitas

Macam-macam Validitas

Validitas

Validitas atau kesahihan menunjukan pada kemampuan suatu instrumen (alat pengukur) mengukur apa yang harus diukur (…. a valid measure if it succesfully measure the phenomenon), seseorang yang ingin mengukur tinggi harus memakai meteran, mengukur berat dengan timbangan, meteran, timbangan merupakan alat ukur yang valid dalah kasus tersebut. Dalam suatu penelitian yang melibatkan variabel/konsep yang tidak bisa diukur secara langsung, maslah validitas menjadi tidak sederhana, di dalamnya juga menyangkut penjabaran konsep dari tingkat teoritis sampai tingkat empiris (indikator), namun bagaimanapun tidak sederhananya suatu instrumen penelitian harus valid agar hasilnya dapat dipercaya.

Mengingat pentingnya masalah validitas. Maka tidak mengherankan apabila Para Pakar telah banyak berupaya untuk mengkaji masalah validitas serta membagi validitas ke dalam beberapa jenis, terdapat perbedaan pengelompokan jenis-jenis validitas, Elazar Pedhazur menyatakan bahwa validitas yang umum dipakai tripartite classification yakni Content, Criterion dan Construct, sementara Kenneth Bailey mengelompokan tiga jenis utama validitas yaitu : Face validity, Criterion Validity, dan construct validity, dengan catatan face validity cenderung dianggap sama dengan content validity. Berikut ini akan dikemukakan beberapa jenis validitas yaitu :

1. Validitas Rupa (Face validity). Adalah validitas yang menunjukan apakah alat pengukur/instrumen penelitian dari segi rupanya nampak mengukur apa yang ingin diukur, validitas ini lebih mengacu pada bentuk dan penampilan instrumen. Menurut Djamaludin Ancok validitas rupa amat penting dalam pengukuran kemampuan individu seperti pengukuran kejujuran, kecerdasan, bakat dan keterampilan.

2. Validitas isi (Content Validity). Valditas isi berkaitan dengan kemampuan suatu instrumen mengukur isi (konsep) yang harus diukur. Ini berarti bahwa suatu alat ukur mampu mengungkap isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur. Misalnya test bidang studi IPS, harus mampu mengungkap isi bidang studi tersebut, pengukuran motivasi harus mampu mengukur seluruh aspek yang berkaitan dengan konsep motivasi, dan demikian juga untuk hal-hal lainnya. Menurut Kenneth Hopkin penentuan validitas isi terutama berkaitan dengan proses analisis logis, dengan dasar ini Dia berpendapat bahwa validitas isi berbeda dengan validitas rupa yang kurang menggunakan analisis logis yang sistematis, lebih lanjut dia menyatakan bahwa sebuah instrumen yang punya validitas isi biasanya juga mempunyai validitas rupa, sedang keadaan sebaliknya belum tentu benar.

3. Validitas kriteria (Criterion validity). Adalah validasi suatu instrumen dengan membandingkannya dengan instrumen-pengukuran lainnya yang sudah valid dan reliabel dengan cara mengkorelasikannya, bila korelasinya signifikan maka instrumen tersebut mempunyai validitas kriteria. Terdapat dua bentuk Validitas kriteria yaitu : Validitas konkuren (Concurrent validity), Validitas ramalan (Predictive validity). Validitas konkuren adalah kemampuan suatu instrumen pengukuran untuk mengukur gejala tertentu pada saat sekarang kemudian dibandingkan dengan instrumen pengukuran lain untuk konstruk yang sama. Validitas ramalan adalah kemampuan suatu instrumen pengukuran memprediksi secara tepat dengan apa yang akan terjadi di masa datang. Contohnya apakah test masuk sekolah mempunyai validitas ramalan atau tidak ditentukan oleh kenyataan apakah terdapat korelasi yang signifikan antara hasil test masuk dengan prestasi belajar sesudah menjadi siswa, bila ada, berarti test tersebut mempunyai validitas ramalan.

4. Validitas konstruk (Construct Validity). Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep, validitas konstruk adalah validitas yang berkaitan dengan kesanggupan suatu alat ukur dalam mengukur pengertian suatu konsep yang diukurnya. Menurut Jack R. Fraenkel validasi konstruk (penentuan validitas konstruk) merupakan yang terluas cakupannya dibanding dengan validasi lainnya, karena melibatkan banyak prosedur termasuk validasi isi dan validasi kriteria.

Lebih jauh Jack R. FraenkelI meneyatakan bahwa untuk mendapatkan validitas konstruk ada tiga langkah di dalamnya yaitu :

Variabel yang akan diukur harus didefinisikan dengan jelas

Hipotesis, yang mengacu pada teori yang mendasari variabel penelitian harus dapat membedakan orang dengan tingkat gradasi yang berbeda pada situasi tertentu

Selasa, 18 September 2007

tanggung jawab

"Wahai segenap orang yang beriman;peliharalah dirimu dan keluargamu dari bahaya api neraka (Q.S. Attahrin 6)
ayat diatas menerangkan pada kita agar menjaga diri kita dan keluarga kita darri bahaya api neraka dan disini lah tanggung jawab orang tua terhadap anak-anaknya baik secara langsung maupun tidak langsung. dan bagi orang tua berhak mengajarkan anak dan istrinya bagaimana cara mengabdi kepada Allah dan menjaukan larangannyn.
sebagaimana Nabi Muhammad saw. pernah menyatakan:
dari ibnu umar ra berkata, aku mendengar rasulullah bersabdah, kamu semua pengembala dan bertanggung jawab atas yang digembalanya. seorang pemimpin adalah pengembala dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. orang laki-laki (orang tua) juga merrupakan pengembala dilingkungan keluarganya, dan bertanggung jawab atas yang digembalanya (anggota keluarganya)
kaidah islam yang berkaitan dengn nilai dalam pendidikan

nilai kejujuran dalam surat At-Taubah ayat 119 yang berbunyi:
"Hai orang -orang yang berimanbertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar"
ayat diatas menerangkan tentang salah satu cara unutk menjadi orang yang jujur adalah dengan cara bergaul dengan orang yang benar. oleh karena itu kita harus pandai - pandai memeilih oarang yang kita jadikan teman dalam bergaulan kita sehari-hari bila kita bergaul dengan orang yang baik maka kita akan baik pula dan apabila kita bergaul dengan oarng yang jahat maka kita akan keturarang atau terkana hambas jahat pula.
dalam hadist Nabi muahammad bersabdah saya dapat menjamin suatu rumah dikebun surga bagi oarang yang meninggalkan perdebatan meskipin ia benar dan menjamin suatu rumah dipertengahan surga bagi oarang yang tidak berdusta meskipun bergurau dan menjamin suatu rumah di bagian tertinggi dari surga bagi orang baik budi pekertinya.

Untuk membangun kejujuran, ongkos juga sangat mahal ketika budaya kejujuran telah hilang atau menipis. Karena mahalnya hal itu, ketika kejujuran tersebut ditegakkan menjadi pahit rasanya. Rasulullah SAW bersabda, ''Qulil haqqa walau kaana murran'', artinya ''Katakanlah kebenaran, meskipun itu pahit.''

Kejujuran merupakan kunci dari amanat. Dalam Alquran sekurang-kurangnya ada enam tempat menyebut soal amanah. Pertama, Allah menyerahkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung. Mereka menolak karena khawatir mengkhianatinya. Lalu manusialah yang memikulnya karena kezaliman dan kebodohannya (QS al-Ahzab, 33:72).

Kedua, dalam konteks transaksi perdagangan. ''Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaktian (al-Baqarah, 2:283).''

Ketiga, dalam konteks kepemimpinan, ''Allah memerintahkan kepada kamu untuk menunaikan amanat kepada mereka yang berhak dan memutuskan hukum di antara manusia secara adil'' (An-Nisa', 4: 58). Kata an tahkumu pada ayat tersebut artinya memutuskan hukum atau menyelesaikan persoalan adalah salah satu amanat yang harus dilaksanakan dengan adil. Dari kata ini juga muncul kata al-hukumah (pemerintahan/lembaga eksekutif) dan kata mahkamah (peradilan/lembaga yudikatif). Jadi, di pundak pemerintah dan mahkamah, amanat itu dibebankan oleh rakyat, agar mereka mendapatkan keadilan.

Al-Suyuthy dan al-Mahally yang akrab disebut al-Jalalain menegaskan, kepatuhan warga kepada pemerintah dapat dilaksanakan sepanjang mereka menjalankan amanat sesuai dengan rambu-rambu kebenaran. Sejalan dengan perintah Rasulullah SAW riwayat dari Abu Hurairah : ''Dengar dan patuhi mereka sepanjang mereka -dalam menjalankan tugasnya- sejalan dengan kebenaran.''

Keempat, seruan kepada orang yang beriman, hendaknya mereka tidak mengkhianati amanat Allah dan Rasul-Nya (al-Anfal, 8:27). Hal ini karena mereka sering lalai akibat cobaan yang diberikan Allah melalui harta dan anak-anak (8:28).

Kelima dan keenam, orang yang dapat menjaga amanat adalah ciri-ciri atau kriteria orang yang beriman (Al-Mu'minum, 23:8, al-Ma'arij, 70:32). Lawan dari orang yang beriman karena dia berkhianat disebut munafik.

Karena itu, melalui ibadah puasa, Allah menguji keimanan dan kejujuran, agar terbiasa dan dapat menikmati indahnya kejujuran. Puasa membutuhkan disiplin diri dan kesabaran. Jika hal ini bisa dilaksanakan dengan ketulusan, kejujuran merupakan hasil dari ibadah puasa.

Secara fisik meninggalkan makan, minum, dan hubungan seks, serta secara spiritual menahan emosi dan hawa nafsunya sendiri. Karena sesungguhnya lawan yang paling berat adalah dorongan hawa nafsunya sendiri.

Pertanyaannya, apakah puasa mampu mengubah karakter atau watak korup yang sudah membudaya di masyarakat kita. Jawabannya, terpulang kepada para pemimpin terpilih di berbagai tingkatan. Melalui puasa ini, kita berharap ada keteladanan dari atas. Sebuah ungkapan bijak mengatakan ''al-nas 'alaa diini muluukihim'' artinya ''manusia itu (mengikuti) pada ''agama'' pemimpinnya.

Puasa sejatinya adalah meneguhkan orang yang menjalankannya menjadi orang jujur dan amanah. Sampai-sampai ketika orang yang puasa dan jujur itu benar-benar lupa -makan dan minum- diberi kesempatan untuk tidak membatalkan puasanya, karena pada hakikatnya yang memberi makan dan minum adalah Allah. Hal ini karena nilai kejujuran itu ditempatkan pada kedudukan yang tinggi.

Pertama, Jujur dalam kehidupan sehari-hari; merupakan anjuran dari Allah dan Rasulnya. Banyak ayat Al Qur'an menerangkan kedudukan orang-orang jujur antara lain: QS. Ali Imran (3): 15-17, An Nisa' (4): 69, Al Maidah (5): 119. Begitu juga secara gamblang Rasulullah menyatakan dengan sabdanya: "Wajib atas kalian untuk jujur, sebab jujur itu akan membawa kebaikan, dan kebaikan akan menunjukkan jalan ke sorga, begitu pula seseorang senantiasa jujur dan memperhatikan kejujuran, sehingga akan termaktub di sisi Allah atas kejujurannya. Sebaliknya, janganlah berdusta, sebab dusta akan mengarah pada kejahatan, dan kejahatan akan membewa ke neraka, seseorang yang senantiasa berdusta, dan memperhatikan kedustaannya, sehingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta" (HR. Bukhari-Muslim dari Ibnu Mas'ud)

Kedua, kejujuran dan kebohongan dalam kehidupan politik; ada hadits yang menyatakan dengan tegas bahwa Rasulullah bersabda: "Ada tiga kriteria manusia yang tidak dilihat dan disucikan Allah swt. di hari akherat bahkan bagi mereka adzab yang pedih adalah: Orang sudah tua yang berzina, Pemimpin yang berdusta, dan Orang sombong.

Adapun kebohongan yang diperbolehkan dalam kaitan untuk kegiatan berpolitik, yaitu apabila kebohongan itu bisa meredam keributan sosial agar tidak terjadi perpecahan. Dalam hal ini Rasulullah saw. memberi keringanan seperti dalam hadis dari Ummi Kaltsoum: "Saya tidak mendengar Rasulullah saw. memberi keringanan pada suatu kebohongan kecuali tiga masalah: Seseorang yang membicarakan masalah dengan maksud mengadakan perbaikan (Islah); seseorang membicarakan masalah pada saat konflik perang (agar selamat), dan seseorang yang merayu istrinya begitu juga istri merayu suami.(HR. Muslim) Ada juga hadits yang menyatakan, Rasulullah bersabda: "Bukanlah pendusta orang yang ingin melerai konflik sesama, hingga orang tersebut berkata: semoga baik dan menjadi baik" (HR. Mutafaq Alaih)

Begitulah batas kejujuran dan kebohongan secara dasar yang berkaitan dengan keseharian dan politik. Dan sudah jelas bahwa tujuan dari keduanya adalah untuk sebuah kedamaian.

Namun dalam kaitan politik kontemporer yang lebih pelik lagi dan kompleks, Anda sendiri bisa memilah-milah bagaimana kehidupan politik para penguasa sekarang sangat tidak memperhatikan nilai kejujuran. Namun kita menyadari bahwa sistem negara Islam sendiri juga masih dalam perselisihan hingga sebaiknya yang perlu kita lihat adalah person atau oknum dalam memimpin kepemerintahan tersebut. Selanjutnya kita berdoa agar sistem yang memberi peluang terhadap kebohongan bisa diminimalisir. Dan itu berangkat dari sistem kepribadian kita.